Wednesday, May 28, 2014

Money Supply Effect to Economy

“PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERUTAMA JUMLAH UANG YANG BEREDAR TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL”

Dalam perekonomian level makro, keseimbangan ekonomi dipengaruhi salah satunya oleh kebijakan moneter. Kebijakan moneter itu sendiri secara garis besar diartikan oleh para ahli ekonomi sebagai kebijakan pemerintah guna mengatur penawaran uang dan tingkat bunga dalam tingkat yang wajar dan aman melalui manajemen jumlah uang yang beredar. Namun, dalam melaksanakan kebijakan, pemerintah tidak sepenuhnya mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar, sehingga dalam hal ini, bank sentral negara turut ikut andil dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Misalnya FED bagi Amerika Serikat, Bank Indonesia (BI) bagi Republik Indonesia.
Pengaruh kebijakan moneter bagi perekonomian itu dimulai dari perubahan jumlah uang beredar yang kemudian mempengaruhi harga barang dan jasa. Perubahan harga barang dan jasa itu akan mempengaruhi tingkat produksi yang kemudian akan mempengaruhi pendapatan masyarakat. Pengaruh ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian nasional. Kebijakan moneter diterapkan sejalan dengan siklus ekonomi, baik siklus ekonomi yang berkembang pesat atau boom atau saat siklus ekonomi yang melambat (depression atau slump). Sehingga jelas terlihat bahwa, kebijakan moneter menjadi satu kebijakan penting dalam perekonomian di samping kebijakan fiskal dan kebijakan lainnya.Terdapat beberapa instrumen untuk merealisasikan kebijakan moneter itu sendiri yang terbagi ke dalam dua jenis yaitu kebijakan moneter kuantitatif dan kualitatif. Kebijakan moneter Kuantitatif dimana bank sentral bertindak sebagai regulasi secara aktif  dan campur tangan langsung dalam kegiatan pasar uang. Instrumen  kebijakan moneter kuantitif diantaranya adalah: operasi pasar terbuka (open-market operation), kebijakan syarat cadangan minimum (reserve requirement policy), dan tingkat diskonto (discount rate). Ada pula kebijakan uang longgar dan uang ketat (easy and tight money). Kebijakan moneter Kualitatif dimana bank sentral bertindak secara tak langsung dalam kegiatan pasar uang dengan pengawasan pinjaman/kredit secara selektif dan imbauan moral (moral suasion).Jadi, bagaimana jumlah uang yang beredar sebagai kebijakan moneter berdampak terhadap perekonomian nasional suatu negara? Dalam melaksanakan kebijakan moneter demi tercapainya pembangunan ekonomi yang baik, perlu diketahui efektifitas dan efisiensi dari kebijakan tersebut. Efektifitas kebijakan moneter dapat diketahui dengan melihat sejauh mana kebijakan itu dapat mengubah kondisi pasar uang untuk selanjutnya didapatkan seberapa besar pengaruh perubahan pasar uang ini pada permintaan agregat yang pada akhirnya dapat diketahui perubahan pendapatan masyarakat, tingkat inflasi dan keseimbangan neraca pembayaran.Ambillah contoh, apabila bank sentral mengambil tindakan untuk membeli surat-surat obligasi dari publik pada operasi pasar terbuka, maka tingkat jumlah uang yang beredar akan merambat naik,  injeksi moneter terjadi. Akibatnya, uang tunai jumlahnya menjadi berlimpah dan timbul kenaikan tingkat harga yang menyebabkan nilai uang turun. Tingkat jumlah uang yang beredar selaras dengan laju inflasi, artinya, dalam kasus ini laju inflasi meningkat. Jadi ketika jumlah uang beredar meningkat, inflasi meningkat, harga-harga naik, dan nilai uang menjadi tidak berharga. Ini sangatlah tidak sehat untuk suatu perekonomian nasional.Efek-efek lain akibat perubahan terhadap jumlah uang yang beredar dalam suatu perekonomian dapat kita telaah, salah satunya dalam jurnal ekonomi yang berjudul “IMPACT OF MONETARY POLICY ON INDIAN ECONOMY” yang diterbitkan oleh Rajesh Garg, seorang asisten profesor dari Haryana College of Tech. & Management, Kaithal, India. Beliau menjelaskan kepada kita pengaruh-pengaruh seperti apa yang terjadi bagi perekonomian India akibat perubahan jumlah uang yang beredar. Menurutnya, kebijakan moneter adalah kebijakan yang paling cocok untuk mencapai tujuan stabilitas harga dalam perekonomian. Jelasnya lagi, bahwa di India sekitar tahun 1995-1996, penekanan kebijakan moneter kemudian bergeser menjadi kearah pengendalian inflasi. Memastikan stabilitas harga memerlukan pencarian kebijakan yang konsisten selama periode waktu tertentu.
Walaupun, tidak selamanya kebijakan moneter dengan mengubah-ubah jumlah uang yang beredar dalam perekonomian dapat mempertahankan keadaan ekonomi tetap terjaga stabil, namun kebijakan ini sangat tidak boleh dilupakan ataupun dilewatkan dalam rencana strategi pembangunan nasional. Dan agar kebijakan moneter dapat dilaksanakan dengan baik, sangat amatlah penting untuk sosialisasi yang jelas agar tidak terjadi keterkejutan dalam masyarakat serta terjalinya koordinasi dan komunikasi
yang baik di antara pemerintah eksekutif, badan legislatif dan tentunya otoritas bank sentral.

Monday, May 19, 2014

Teori Kekakuan Harga (Sticky Prices Theory)

Teori Kekakuan Harga
Sticky Prices Theory

            Kita telah memasuki era dimana semua hal serba canggih dan praktis, itu semua berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, salah satu dampak dari globalisasi. Ilmu pengetahuan yang semakin maju dan kecanggihan teknologi membuat perubahan-perubahan nyata terus terjadi terhadap barang dan jasa yang tersedia di pasar. Akibatnya, selalu ada dan terjadi kenaikan-penurunan tingkat harga dalam perekonomian.
            Hal itu secara tidak langsung dapat menyebabkan kekakuan harga (sticky prices) dalam jangka pendek. Kekakuan harga ini menjelaskan bahwa harga barang dan jasa lambat dalam proses untuk menyesuaikan dirinya dalam menanggapi perubahan kondisi ekonomi. Mengapa hal itu bisa terjadi? Penyesuaian harga yang lambat tersebut sebagian terjadi karena adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka penyesuaian harga, yang disebut biaya menu. Istilah biaya menu itu sendiri dalam arti lebih mendalam dimaksudkan sebagai biaya yang dikeluarkan atau digunakan suatu restoran untuk membuat perubahan harga makanan yang dijualnya.
            Jika restoran ingin menaikkan harga nasi goreng, jus buah atau appetizer, sudah pasti menu yang menampilkan harga lama sebelum dinaikkan harus diganti sedemikian rupa. Hal ini tentulah memerlukan biaya. Namun, masalah utamanya, perubahan harga akan menimbulkan biaya yang lebih besar dibanding keuntungan tambahan yang dapat diperoleh. Biaya untuk membuat daftar menu yang baru mungkin termasuk diantaranya adalah pencetakan dan  distribusi serta waktu yang digunakan untuk penyesuaian lainnya. Berbagai bentuk biaya tersebut belum tentu dapat tertutupi oleh keuntungan tambahan yang diperoleh. Sehingga perusahaan cenderung lebih suka mempertahankan harga lama, walaupun resikonya pengurangan jumlah produksi/output perusahaan yang berpotensi menimbulkan penurunan keuntungan dan pengurangan jumlah pekerja.
            Dalam zaman modern ini pula, di kenyataan penjual dan pembeli tidak dapat bertemu tanpa adanya biaya mencari (search cost). Konsumen harus meluangkan waktu dalam mencari barang yang dibutuhkan dan disamping itu produsen membuat iklan atau pemberitahuan terbuka untuk menarik pembeli. Pada pasar yang memiliki aktivitas ekonomi yang tinggi (pasar tebal), akan terlihat bahwa biaya mencari akan berkurang dibandingkan pada pasar yang aktivitas ekonominya rendah (pasar tipis). Karena itu orang-orang cenderung menyukai pasar tebal, karena lebih banyak memiliki pilihan. Jika eksternalitas pasar yang tebal ini membantu menggeser biaya marginal ke atas pada saat resesi dan ke bawah pada saat ekonomi stabil, maka hal ini akan member kontribusi terjadinya kekakuan harga.
            Proses jual-beli dalam pasar membutuhkan biaya mencari. Pembeli selalu memiliki info terbatas  tentang harga termurah dalam pasar tersebut. Karena biaya mencari termasuk dalam proses belanja, maka penjual mempunyai kekuatan monopoli dikarenakan banyaknya konsumen membeli barang yang sama berulang-ulang kali, sehingga ada kecenderungan penjual menghalangi pembeli mencari ke tempat lain. Untuk itu penjual berusaha menghindari perubahan harga, karena bila harga naik maka reaksi konsumen akan pindah ke penjual lain, dan bila harga turun, reaksi konsumen akan lambat, karena perlu waktu untuk menyebarluaskan informasi tersebut kepada para pembeli. Perbedaan reaksi pada perubahan harga tersebut dapat menyebabkan terjadinya kekakuan harga.
            Jadi, banyak penyesuaian-penyesuaian dalam pasar terhadap tingkat harga, akan menyebabkan perusahaan mengalami ketertinggalan karena lambat reaksinya terhadap perubahan tingkat harga. Hal itu disebabkan karena perusahaan tidak mau mengeluarkan biaya-biaya tambahan. Dan perekonomian dengan high activities economy dapat membantu menggesar biaya marginal dan menyebabkan kekauan harga. Perbedaan reaksi pada perubahan harga dengan pembeli yang memiliki informasi terbatas juga dapat menimbulkan kekakuan harga.